Senin, 11 Juli 2022

PERILAKU-PERILAKU KOLEKTIF DENGAN PERSPEKTIF KOMUNIKASI

Perilaku Kolektif Mahasiswa Indonesia 1973-1974 Pada Peristiwa Malari


ABSTRAK

Artikel ini mengambil fenomena seputar gerakan mahasiswa, yaitu Peristiwa Malari. Tujuan dari artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses terbentuknya jaringan mahasiswa 1973-1974 sebagai perilaku kolektif mahasiswa di Indonesia, bagaimana jalannya aksi yang diinisiasi oleh gerakan mahasiswa 1973-1974. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terbentuknya jaringan mahasiswa 1973-1974 dilatar belakangi oleh kondisi; (1) Merajalelanya investasi modal asing mendorong para mahasiswa untuk berkonsolodasi, membentuk sebuah jaringan yang bertujuan untuk membahas permasalahan tersebut secara serius; (2) Jaringan mahasiswa 1973-1974 dibentuk melalui beragam aktifitas diskusi, aksi dan safari ke berbagai kampus; (3) Dalam Peristiwa Malari dapat dilihat adanya perintisan gerakan mahasiswa di awal era Orde Baru, independensi gerakan yang mereka gagas, serta solidaritas mereka yang erat dalam menghadapi otoritas penguasa pada periode tersebut.

Kata Kunci: Perilaku Kolektif, Mahasiswa, Peristiwa Malari.

 

 

ABSTRACT

This article takes the theme of the student movement, namely the Malari Incident. The purpose of this article is to find out how the process of forming the student network from 1973 to 1974 as a collective behavior of students in Indonesia, how the actions initiated by the student movement 1973-1974. The results of this study indicate that the formation of the student network from 1973 to 1974 was motivated by conditions; (1) The rampant foreign capital investment encourages students to consolidate, forming a network that aims to discuss these issues seriously; (2) The 1973-1974 student network was formed through various discussion activities, actions and safaris to various campuses; (3) In the Malari incident, it can be seen that there was a pioneering student movement at the beginning of the New Order era, the independence of the movement they initiated, as well as their close solidarity in dealing with the authorities in that period.

Keywords: Collective Behavior, Students, Malari Events.

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Adanya aksi kolektif berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat, dan banyak dari aksi tersebut tidak sesuai dengan pranata dan norma masyarakat yang berlaku bagi masyarakat umum. Perilaku ini memberikan kontribusi paling besar terhadap pilihan adanya perilaku menyimpang secara sosial.

Dalam sejarah Indonesia, golongan mahasiswa memegang peranan penting dalam melakukan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan bangsa. Para intelektual muda ini terlibat dalam berbagai peristiwa sejarah yang membentuk  sejarah Indonesia, khususnya di bidang sosial dan politik.  Mahasiswa yang sering disebut sebagai agen perubahan, umumnya bergerak dan bereaksi setelah melihat kembali kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Segala macam kecurangan, kekhawatiran, dan kekurangan yang ada di sekitar masyarakat sekitar menjadi isu utama yang harus diperjuangkan mahasiswa.

Secara kronologis, setelah kelas aktivis mahasiswa '66 muncul, muncul kelas aktivis mahasiswa '74. Isu yang menjadi fokus aktivisme mahasiswa tahun 1974 adalah anti modal asing dan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme di kalangan pejabat dekat Presiden Suharto. Tokoh mahasiswa yang tampil antara lain Harriman Sileger, Judir Helly Justam, Gumiral Cartasasmita, dan Theo L. Sambuaga. Aktivisme mahasiswa angkatan '74 berakhir dengan kerusuhan  di kawasan proyek Senen dan penangkapan seorang pimpinan mahasiswa. 

Pada peristiwa Malari, jaringan mahasiswa dan organisasi antar kampus memprotes pemerintah orde baru karena melihat kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat. Namun untuk kepentingan golongan tertentu, termasuk investor asing. Klaim bahwa kebijakan pemerintah tidak berpihak pada rakyat  dibuktikan dengan maraknya investasi asing di Indonesia pada awal  1970-an. Yang pertama adalah penyebaran produk merek  Jepang di Indonesia. Tidak hanya di bidang otomotif, restoran yang menyajikan makanan Jepang juga banyak dijumpai di pusat perbelanjaan.

 

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

1.      Apa sajakah faktor-faktor penentu dari perilaku kolektif?

2.      Bagaimana proses terbentuknya sebuah jaringan mahasiswa pada Peristiwa Malari sebagai perilaku kolektif mahasiswa di Indonesia?

3.      Bagaimana proses terjadinya aksi-aksi yang diinisiasi oleh jaringan-jaringan mahasiswa pada Peristiwa Malari?

 

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui faktor-faktor penentu dari perilaku kolektif

2.      Untuk menjelaskan bagaimana proses terbentuknya sebuah jaringan mahasiswa pada Peristiwa sebagai perilaku kolektif mahasiswa di Indonesia.

3.      Untuk mengetahui proses terjadinya aksi-aksi yang diinisiasi oleh jaringan-jaringan mahasiswa pada Peristiwa Malari

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Faktor-Faktor Penentu Perilaku-Perilaku Kolektif

Banyak faktor yang menjadi penentu tindakan kolektif. Menurut Neil Smelser, ada enam kondisi yang menentukan tindakan kolektif.

1.      Kelayakan struktural. Struktur masyarakat harus sedemikian rupa sehingga bentuk-bentuk tindakan kolektif dimungkinkan.

2.      Tekanan struktural. Ketika krisis melanda  masyarakat, orang  sering berkumpul untuk  mencari solusi atas masalah yang muncul.

3.      Keyakinan umum. Sebelum mencapai solusi umum untuk suatu masalah, Anda perlu mencari konsensus tentang keberadaan masalah itu sendiri, mengenali masalahnya, membentuk pendapat tentangnya, dan kemudian menyajikan solusi.

4.      Faktor pendorong. Ada peristiwa penting tertentu yang mendorong individu  untuk merespon secara kolektif. Mungkin ada tema yang didramatisasi untuk memberikan momentum yang lebih besar lagi.

5.      Mobilisasi. Berdasarkan faktor-faktor ini, kelompok dikelompokkan bersama dan aksi dimulai. Jaringan yang tersusun cepat biasanya tidak berbentuk dan sedikit longgar.

6.      Operasi kontrol sosial. Berhasil atau tidaknya dukungan kolektif bagi seorang individu sangat bergantung pada berhasil tidaknya kontrol sosial di lapangan. Mekanisme kontrol sosial, antara lain, polisi, pemerintah, dan media, yang bersama-sama mempengaruhi munculnya aksi kolektif.

 

B.     Proses Terbentuknya Sebuah Jaringan Mahasiswa Pada Peristiwa Malari Perilaku Kolektif Mahasiswa Di Indonesia

Dalam teori collective behaviour yang dikemukakan oleh Neil J. Smelser, tahapan pertama yang menjadi syarat bagi kemunculan sebuah perilaku kolektif adalah adanya dukungan berupa stuctural conducieveness. Pada Peristiwa Malari, adanya structural conducieveness dibuktikan melalui munculnya keprihatinan atas merajalelanya modal asing dan juga konflik internal di kalangan Militer.

Modal asing yang mendominasi sektor ekonomi Indonesia pada tahun 1973 memberikan tekanan pada industri lokal. Keterbatasan teknologi yang dimiliki industri lokal membuat industri lokal kalah bersaing dengan produk luar negeri di pasar dalam negeri. Kondisi seperti itu menyebabkan inersia industri lokal. Dari mobil hingga bahan makanan, produk bermerek dari investor asing mendominasi pasar komoditas domestik.

 Di sisi lain, upaya pasukan yang saling bersinggungan justru membawa angin segar bagi aktivisme mahasiswa. Fasilitas-fasilitas pelatihan telah memperkuat pengaruhnya terhadap kepercayaan siswa dan mengkritik dan mempengaruhi kebijakan pemerintah, serta janji-janji para pemimpin militer. Contoh upaya pimpinan militer untuk mendukung aktivis mahasiswa adalah berbagai program yang diselenggarakan oleh CSIS (Center for Strategic and International Studies). Salah satu tokoh CSIS,  Sofjan Wanandi, dikenal  dekat dengan aktivis mahasiswa seperti Hariman Siregar.

Desakan untuk berbicara tentang ketidakadilan yang disebabkan oleh modal asing yang merajalela dan kesenjangan sosial dalam standar hidup telah memberikan kepercayaan kepada mahasiswa untuk merencanakan protes besar-besaran. Selain meningkatkan kepercayaan mahasiswa dalam merencanakan protes besar-besaran, aktivisme mahasiswa sampai tahun 1973 adalah pejabat publik dan terpilih, serta perusahaan-perusahaan yang mati untuk kontrol asing dan banyak penduduk lokal. Diambil kesenjangan sosial yang jelas antara industri. Realisasi tingkat lain dari tindakan kolektif. Tahapan tersebut adalah tegangan struktural atau tegangan struktural.

 Selama periode tekanan struktural pada tahun 1973, situasi sosial di Indonesia menciptakan ketegangan. Merosotnya minat sosial dan berakhirnya industri lokal akibat dominasi modal asing perlahan-lahan menyulut semangat untuk melakukan  aksi yang dapat menggiring aspirasi mahasiswa Indonesia.

 Keinginan besar untuk memprotes pemerintah dalam menanggapi penipuan pada dasarnya tidak berasal dari meningkatnya ketegangan sosial dan kepanikan, terutama di kalangan mahasiswa. Kekuatan pendorong di balik protes besar-besaran datang dari  saling mendukung antara masalah ekonomi (hilangnya industri lokal, kesenjangan standar hidup masyarakat) dan promosi struktural (proliferasi modal asing, konflik di pangkalan militer) dan panik.

Setelah munculnya manfaat dan beban struktural dalam kerangka aksi kolektif, langkah selanjutnya adalah mensosialisasikan kedua hal tersebut. Tahap ini digambarkan oleh Smelser sebagai pertumbuhan dan penyebaran keyakinan umum. Pada tahap ini, persoalannya adalah menyebarluaskan dan menyebarluaskan sebanyak mungkin faktor pendukung perilaku kolektif yang dihasilkan dari peluang dukungan struktural dan beban struktural dalam rangka membentuk  kesepakatan perundingan bersama. Saya sangat percaya pada pihak-pihak yang terlibat dalam gerakan itu.

 Penyebarluas kepanikan yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi saat itu dilakukan dengan berbagai cara sehubungan dengan aktivisme mahasiswa Indonesia tahun 1974, khususnya peristiwa Malari. Salah satunya adalah beberapa forum diskusi dan seminar yang dimulai oleh  mahasiswa dari beberapa daerah.

 Forum-forum diskusi dan seminar-seminar ini membahas wacana-wacana yang berkaitan dengan modal asing, pertimbangan kondisi pemerintahan, dan berbagai topik yang berkaitan dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat pada masa itu (1973-1974). Ini bertujuan untuk memfokuskan wacana publik tentang keadaan negara dan meningkatkan kesadaran akan perlunya mengambil langkah cepat untuk memastikan stabilitas administrasi nasional. Menyusul pernyataan Smerser tentang tahapan pertumbuhan dan penyebaran keyakinan umum terkait dengan kejadian Malari, wacana yang dikembangkan oleh mahasiswa merespon kondisi negara untuk kehidupan bernegara yang lebih baik dalam bentuk gerakan oposisi. siswa).

 

C.    Proses Terjadinya Aksi-Aksi Yang Diinisiasi Oleh Jaringan-Jaringan Mahasiswa Pada Peristiwa Malari

Setelah mensosialisasikan wacana nasional dan arah respon terhadap protes selama ini, langkah selanjutnya dalam mengidentifikasi aksi kolektif adalah dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mendukung respon yang diharapkan. Berbagai aksi unjuk rasa sosial ekonomi dan sosial saat itu yang mendukung para mahasiswa yang turun ke jalan saat kejadian Malari. Mulai dari merajalelanya modal asing yang membunuh pasar industri lokal, korupsi pejabat tinggi pemerintah yang merugikan keuangan negara dan rakyat, perdebatan hukum perkawinan yang mengatur poligami, dan pembangunan taman miniatur yang terkenal. Indahnya Indonesia di Indonesia yang dianggap boros dalam kemiskinan yang merajalela.

Forum Diskusi juga merupakan kontribusi terhadap perilaku mahasiswa pada tahun 1974. Berbagai forum diskusi yang berlangsung selama periode ini antara lain  Petisi pada 24 Oktober, Komitmen Bersama pada 10 November, dan Seminar Foreign Capital Gains and Loss. Semua forum diskusi ini diadakan pada tahun 1973.

. Selain keempat forum tersebut, sebenarnya masih ada kejadian lain sebelum kejadian Malari 1974, namun dari semua kejadian sebelum kejadian Malari 1974, ketiga forum diskusi yang dipilih  sangat erat kaitannya dengan konsep gerakan yang menjadi ruh gerakan. Peristiwa Malaria 1974.

Massa perlu dimobilisasi untuk mengambil tindakan yang mengungkapkan ketakutan dan keprihatinan tentang kondisi di mana kehidupan nasional dilakukan. Atau, konsep aksi kolektif Smerser berarti memobilisasi peserta untuk aksi. Mobilisasi kolektif sangat penting dalam mengorganisir perilaku. Ini membantu untuk mencapai tekanan  yang lebih besar atau efek tekanan pada sasaran protes,  rezim kekuasaan (orde baru). Dalam peristiwa Malari

, kelompok yang dimobilisasi untuk memprotes berasal dari kelompok mahasiswa. Posisi kelompok mahasiswa saat itu masih sangat strategis dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah berdasarkan penelitian akademik yang mereka hasilkan. Keuntungan dari posisi ini diharapkan akan sangat besar dan memberikan tekanan dan dampak perubahan yang nyata bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemanfaatan perilaku mahasiswa diawali dengan  kunjungan ke kampus. Kegiatan saling kunjung ini kemudian berujung pada peristiwa Malari yang melibatkan perjalanan jauh dari kampus Universitas Indonesia di Salemba menuju kampus Universitas Trisacti di Grogol, Jakarta.

 Sebuah rute khusus sedang dipersiapkan untuk Long March. Selama rombongan mahasiswa melewati jalur tersebut, mahasiswa terus menerus meneriakkan aspirasi dan tuntutan yang berbeda melalui jargon dan spanduk yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk memberikan dampak yang lebih besar kepada pemerintah daripada mobilisasi mahasiswa secara besar-besaran. Semoga misi yang mereka emban mewujudkan kesejahteraan rakyat mudah tercapai.

 Singkatnya, long march akhirnya sampai di kampus Trisakti Grogor sekitar pukul 10.30 WIB. Di pelataran kampus Trisakti Grogol, kegiatan  mulai dari apel hingga pidato hingga teater. Seluruh rencana berjalan dengan sangat baik hingga Agenda Perilaku Mahasiswa di  kampus Universitas Trisacti selesai. Namun, kejadian lain terjadi di tempat lain yang mempengaruhi perilaku para siswa hari itu. Profesor Mahar Mardjono, Rektor Universitas Indonesia saat itu, mengatakan dalam sebuah proyek pada hari Senin bahwa kebakaran  terjadi sekitar pukul 11:00 WIB, di mana mahasiswa masih mengadakan pertemuan di Trisakti. Berita huru-hara dan pembakaran di kawasan Pasar Sunen mulai menyebar di kalangan peserta Apple seiring dengan massa yang menyebar di kampus masing-masing.

 Kerusuhan dan pembakaran di Pasar Senen memperburuk situasi di ibu kota saat itu. Judilherry Justam, dikutip dari buku tempo Massa Mysterius Malari, mengatakan melihat mobil terbakar di kawasan Jalan Juanda Jakarta Pusat saat kembali dari kampus Trisakti di Grogol menuju kampus UI di Salemba. Judir Helly juga melaporkan kepada Harriman bahwa suara tembakan terdengar di mana-mana sesampainya di kampus UI.

Data serupa dengan diperoleh dari sumber lain. Dalam buku Harriman & Malari yang diedit oleh Amir Hussin Doley, Harriman Sileger juga menyebutkan bahwa  sekelompok orang yang diyakininya didukung oleh Opsus menyulut kawasan di sekitar proyek Senen, persawahan.

Apa yang dikatakan Judilherry Justam dan Hariman Siregar memang benar. Beberapa titik di kawasan Pasar Senen hangus terbakar. Kericuhan akibat kebakaran tersebut juga dipicu oleh aksi penjarahan oleh massa. Kerusuhan kemudian menyebar ke wilayah Jakarta Juanda, Jaran Hayam Wuruk, Jaran Gajah Mada, dan  Jakarta Kota. Sebelas orang tewas, 17 orang luka berat, dan 120 orang luka ringan, serta korban lainnya berupa pembakaran 144 bangunan, 807 mobil, dan 187 sepeda motor. Pecahnya kerusuhan di  dan beberapa wilayah di sekitar Pasar Senen jelas mempengaruhi perilaku mahasiswa yang menyampaikan aspirasi  pada  15 Januari 1974. Bersamaan dengan adanya pembakaran dan penjarahan di kawasan Pasar Senen, aksi mahasiswa yang mengkritisi kebijakan pemerintah seolah menekankan peran kelompok mahasiswa sebagai subjek perubahan. Bagi orang miskin untuk meniadakan keadaan kesejahteraan anak-anak kecil.

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Berdasarkan Pemaparan materi tentang perilaku-perilaku kolektif di atas, maka dapat disimpulkan:

1.      Menurut Neil Smelser, ada enam kondisi yang menentukan tindakan kolektif: yakni: kelayakan structural, tekanan structural, keyakinan umum, faktor pendorong, mobilisasi, operasi control soial.

2.      Mengamati sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia memberikan menunjukkan bahwa Republik Indonesia tidak hanya dibangun oleh tokoh-tokoh Negarawan, Teknokrat, Militer, kaum Ulama, namun juga melibatkan golongan Mahasiswa, yang relatif lebih muda baik secara umur ataupun pemikiran. Terjadinya Peristiwa Malari menunjukkan bahwa kesatuan aksi mahasiswa di Indonesia pernah memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap jalannya pemerintahan di dalam negeri.

3.      Pada kenyataannya, gerakan mahasiswa dalam Peristiwa Malari hampir tanpa hasil positif. Kerugian, baik berupa kerugian material atau korban jiwa jumlahnya cukup besar. Pengaruh politis mahasiswa juga praktis digembosi oleh pemerintah yang berkuasapada periode tersebut. Kondisi ini diperparah dengan sikap pemerintah yang juga tidak bergeming dalam membatasi aktivitas investasi modal asing di dalam negeri. Singkat kata, setelah seluruh perjuangan yang dilakukan mahasiswa dengan berkorban moral maupun material, sedikitpun tuntutuan mereka tidak terealisasikan.

4.      Walaupun kondisinya cukup ironis namun beberapa poin kesimpulan tetap bisa ditarik. Poin-poin tersebut antara lain;

·         Merajalelanya investasi modal asing mendorong para mahasiswa untuk berkonsolodasi, membentuk sebuah jaringan yang bertujuan untuk membahas permasalahan tersebut secara serius.

·         Jaringan mahasiswa 1973-1974 dibentuk melalui beragam aktifitas diskusi, aksi dan safari ke berbagai kampus.

·         Dalam Peristiwa Malari dapat dilihat adanya perintisan gerakan mahasiswa, independensi gerakan yang mereka gagas, serta solidaritas mereka yang erat dalam menghadapi otoritas penguasa.

 

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Widiarsi et al.( 2014) Massa Misterius Malari Rusuh Politik Pertama dalam Sejarah Orde Baru. Jakarta : Tempo.

Altbach, Philip G. (Ed.) (1988). POLITIK DAN MAHASISWA Perspektif dan Kecenderungan Masa Kini. Jakarta : PT. Gramedia.

J.A., Denny (2006). Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda Era 80-an. Yogyakarta : LKiS.

Kartodirdjo, Sartono (1992). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Gramedia.

Ricklefs, M.C. (2011). Sejarah Indonesia Modern cetakan ke-10. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Senin, 27 Juni 2022

PERILAKU-PERILAKU KOLEKTIF

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Perilaku sosial sangat penting dalam  sosialisasi kehidupan dan tidak menghalangi perilaku khusus di sekitar kita. Oleh karena itu, kehidupan dalam masyarakat penuh dengan perilaku sosial, baik individu maupun kolektif. Adanya perilaku ini dapat memberikan dampak tersendiri bagi dunia sosial, suatu penyimpangan dari perilaku sosial.

 Adanya aksi kolektif berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat, dan banyak dari aksi tersebut tidak sesuai dengan pranata dan norma masyarakat yang berlaku bagi masyarakat umum. Perilaku ini memberikan kontribusi paling besar terhadap pilihan adanya perilaku menyimpang secara sosial.

 Dalam kehidupan nyata, terdapat berbagai  faktor penentu perilaku  kolektif ini hingga pada contoh perilaku-perilaku kolektif.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan perilaku kolektif?

2.      Apa sajakah faktor-faktor penentu dari perilaku kolektif?

3.      Apa sajakah contoh perilaku-perilaku kolektif?

 

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian perilaku kolektif

2.      Untuk mengetahui faktor-faktor penentu dari perilaku kolektif

3.      Untuk mengetahui contoh perilaku-perilaku kolektif

BAB II

PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN PERILAKU KOLEKTIF

Perilaku kolektif adalah cara berpikir, berasa dan bertindak yang berkembang di kalangan sebagian  besar warga masyarakat dan relatif baru. Perilaku atau tindakan kolektif merupakan perilaku yang relatif spontan, tidak terstruktur dan tidak stabil oleh sekelompok orang yang  melawan atau menghilangkan perasaan tidak puas dan takut. Hal ini agar kita dapat membedakan antara tindakan kolektif dan tindakan lainnya. 

Menurut Bruce J. Cohen (1992), perilaku kolektif (collective  behavior) adalah jenis perilaku yang relatif tidak tersusun, bersifat spontan, emosional dan tak  terduga. Perilaku ini terjadi apabila cara-cara mengerjakan sesuatu yang telah dikukuhkan secara  tradisional tidak lagi memadai. Individu-individu yang terlibat dalam perilaku kolektif tanggap  terhadap rangsangan tertentu yang mungkin datang dari orang lain atau peristiwa khusus.

Horton dan Hunt (1984) berpendapat bahwa tindakan kolektif adalah mobilisasi berbasis pandangan yang mendefinisikan kembali perilaku sosial.

Menurut Cohen (1992), tindakan  kolektif dicirikan oleh perilaku yang tidak terstruktur, spontan, emosional, dan tidak dapat diprediksi, dan individu yang terlibat dalam tindakan kolektif dapat berasal dari orang lain.Merespon terhadap rangsangan khusus tertentu.

Milgram dan Touch (1977) di sisi lain, menyatakan bahwa tindakan kolektif bersifat sukarela, relatif, kacau, dan hampir tidak dapat diprediksi, proses kelanjutannya tidak direncanakan, dan hanya dalam konteks timbal balik yang muncul di antara pelaku.

 Berdasarkan definisi tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa tindakan kolektif adalah perilaku berikut:

1)      Beberapa orang bersama-sama melaksanakan

2)      Spontan dan tidak terstruktur

3)      Tidak ada rutinitas dan

4)      Respon terhadap stimulus tertentu.

Perilaku kolektif erat kaitannya dengan perilaku menyimpang, namun berbeda dengan perilaku menyimpang. Tindakan kolektif bukan hanya tindakan individu, tetapi tindakan kolektif oleh sejumlah besar orang. Tindakan kolektif meliputi tindakan kolektif dan gerakan sosial (masyarakat sipil). Stimulus yang menyebabkan tindakan kolektif dapat berupa objek, peristiwa, atau ide.

Kelompok yang berperilaku kolektif merupakan kolektivitas yang tidak terstruktur dan bersifat  temporer tanpa ada pembagian peranan atau hierarki kekuasaan secara formal. Perilaku kolektif  merupakan ciri khas dari masyarakat berkebudayaan kompleks atau heterogen. Perilaku demikian  tidak terlihat dalam masyarakat sederhana. Upaya membatasi perilaku kolektif dapat dilakukan oleh  kebutuhan emosi dan sikap para anggota, nilai-nilai para anggota, pemimpin kerumunan yang  menciptakan hubungan baik yang meredakan ketegangan serta kontrol eksternal, seperti  pengamanan dari polisi.

 

B.     FAKTOR-FAKTOR PENENTU PERILAKU-PERILAKU KOLEKTIF

Banyak faktor yang menjadi penentu tindakan kolektif. Menurut Neil Smelser, ada enam kondisi yang menentukan tindakan kolektif.

1.      Kelayakan struktural. Struktur masyarakat harus sedemikian rupa sehingga bentuk-bentuk tindakan kolektif dimungkinkan.

2.      Tekanan struktural. Ketika krisis melanda  masyarakat, orang  sering berkumpul untuk  mencari solusi atas masalah yang muncul.

3.      Keyakinan umum. Sebelum mencapai solusi umum untuk suatu masalah, Anda perlu mencari konsensus tentang keberadaan masalah itu sendiri, mengenali masalahnya, membentuk pendapat tentangnya, dan kemudian menyajikan solusi.

4.      Faktor pendorong. Ada peristiwa penting tertentu yang mendorong individu  untuk merespon secara kolektif. Mungkin ada tema yang didramatisasi untuk memberikan momentum yang lebih besar lagi.

5.      Mobilisasi. Berdasarkan faktor-faktor ini, kelompok dikelompokkan bersama dan aksi dimulai. Jaringan yang tersusun cepat biasanya tidak berbentuk dan sedikit longgar.

6.      Operasi kontrol sosial. Berhasil atau tidaknya dukungan kolektif bagi seorang individu sangat bergantung pada berhasil tidaknya kontrol sosial di lapangan. Mekanisme kontrol sosial, antara lain, polisi, pemerintah, dan media, yang bersama-sama mempengaruhi munculnya aksi kolektif.

 

C.    CONTOH PERILAKU-PERILAKU KOLEKTIF

Perilaku kolektif adalah perilaku penyimpangan, tetapi berbeda dari perilaku penyimpangan dalam hal itu bukan hanya perilaku individu, tetapi perilaku bersama oleh sejumlah besar orang. Jika seseorang mencuri dari toko, ini dianggap perilaku menyimpang, tetapi jika sejumlah besar orang menyerbu toko dan pusat komersial bersama-sama  untuk mencuri atau menjarah (sebagian di  Jawa pada tahun 1998). Seperti sebuah kota). 1999), maka  ini adalah masalah aksi kolektif.

 

Berikut contoh aksi kolektif:

1.      Kerumunan (Crowd)

Secara deskriptif, Milgram (1977) melihat kerumunan (Crowd) sebagai berikut:

a.       Sekelompok orang yang membentuk suatu kelompok.

b.      Jumlahnya  meningkat seiring waktu

c.       Orang-orang ini mulai membuat  bentuk baru (seperti lingkaran)

d.      Memiliki distribusi mandiri yang menghubungkan dengan batasan yang lebih jelas dari sebelumnya pada waktu dan tempat tertentu 

e.       Titik tengahnya transparan dan berdekatan satu sama lain.

Ada berbagai macam bentuk keramaian di masyarakat.

a.       Temporary Crowd: Orang-orang yang berada dalam jarak dekat satu sama lain dalam situasi sementara di suatu lokasi

b.      Casual Crowd: Sekelompok orang yang tidak sengaja berdiri di pinggir jalan

c.       Conventional Crowd: Penonton mendengarkan ceramah

d.      Expressive Crowd: sekelompok orang yang menonton, menari, dan terkadang bernyanyi bersama di sebuah konser musik 

e.       Acting crowd atau Rioting Crowd: Sekelompok orang yang melakukan kekerasan. Salah satu contohnya adalah sekelompok preman yang berbahaya dan merusak penduduk.

f.       Solidaristic Crowd: Satuan massa yang terjadi karena didasarkan pada ideologi umum.

2.      Rumor

Informasi yang tidak dapat diverifikasi dan ditransmisikan yang muncul dari satu orang ke orang lain (masalah sosial). Biasanya terjadi dalam situasi di mana orang sering kekurangan informasi untuk membuat interpretasi yang lebih lengkap. Telepon biasanya digunakan sebagai media. Contohnya: Saya mendengar bahwa Indonesia akan membuat Disneyland pada tahun 2014, tetapi belum terealisasi hingga saat ini dan tidak dapat dibuktikan.

3.      MOB

Kelompok kerumunan (crowd) yang cenderung melakukan kekerasan / penyimpangan (violence) dan perilaku destruktif. Sebagai aturan, mereka bertindak langsung pada tatanan sosial yang ada. Hal ini diakibatkan oleh rasa frustasi, ketidakadilan, frustasi, dan rasa terluka dari institusi yang  mapan atau lebih tinggi. Ketika massa ini  besar, itu mengambil bentuk pemberontakan massal. Mereka menyebabkan kekacauan pada institusi publik, dan apa pun yang dianggap sebagai sasaran kemarahan berbentuk kerusuhan antarnegara bagian, seperti yang terjadi pada perwira Amerika dan orang Meksiko di Los Angeles pada tahun 1943 ("Zoot Suit"), (Turner dan Srace, 1956)). Perilaku orang banyak tetap sama tanpa memandang ras, agama, atau kebangsaan.

4.      Panic

Merupakan bentuk tindakan kolektif yang mengambil tindakan dalam menanggapi ancaman yang terjadi di dalam kelompok. Biasanya dikaitkan dengan peristiwa bencana (catastrophic). Aksi reaksi massa ini biasanya terjadi pada awal suatu peristiwa dan  tidak terjadi pada saat mulai tenang. Bentuk yang lebih serius dari peristiwa panik ini adalah  histeria massal. Dalam histeria kolektif ini, ada ketakutan yang tidak semestinya dalam masyarakat. Misalnya, terjadinya masalah seperti tsunami, banjir, dan gempa bumi.

5.      Opini Publik

Sekelompok orang yang memiliki pendapat yang berbeda tentang sesuatu  dalam masyarakat. Ada perbedaan pandangan/perspektif dalam opini publik ini antar kelompok masyarakat. Konflik sangat mungkin terjadi antara orang-orang yang tidak memahami isu-isu yang diminati masyarakat. Misalnya, ada perbedaan pendapat di antara orang-orang tentang hukuman mati, pemilihan umum, dan pengenalan undang-undang tertentu. Format tersebut biasanya diberikan dalam berbagai bentuk informasi, namun pada kenyataannya dapat menjadi sumber konflik di masyarakat.

6.      Propaganda

Informasi atau opini yang sengaja digunakan untuk menyampaikan atau membentuk opini publik. Biasanya diberikan oleh sekelompok orang, organisasi, atau komunitas yang ingin mencapai tujuannya. Media komunikasi sering digunakan untuk melakukan promosi ini. Kadang juga dalam bentuk pertemuan kelompok (crowd). Penampilan tokoh masyarakat bisa menjadi senjata  ampuh untuk melakukan promosi ini.

Contohnya: Dalam dunia politik  sering kita jumpai propaganda. Misal, ketika pemilihan gubernur berlangsung, semua orang/kelompok, bahkan media, melakukan propaganda untuk memecah belah pikiran dan memilih pemimpin. Menangkan pemilu. Propaganda dapat dikonfigurasi dengan mengalahkan lawan dengan menyebarkan pesan yang dapat mengalahkan lawan.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Berdasarkan Pemaparan materi tentang perilaku-perilaku kolektif di atas, maka dapat disimpulkan:

1.      Perilaku kolektif ialah beberapa orang bersama-sama melaksanakan, spontan dan tidak terstruktur, tidak ada rutinitas, dan respon terhadap stimulus tertentu. Perilaku kolektif erat kaitannya dengan perilaku menyimpang, namun berbeda dengan perilaku menyimpang. Tindakan kolektif bukan hanya tindakan individu, tetapi tindakan kolektif oleh sejumlah besar orang.

2.      Kelompok yang berperilaku kolektif merupakan kolektivitas yang tidak terstruktur dan bersifat  temporer tanpa ada pembagian peranan atau hierarki kekuasaan secara formal. Perilaku kolektif  merupakan ciri khas dari masyarakat berkebudayaan kompleks atau heterogen. Perilaku demikian  tidak terlihat dalam masyarakat sederhana.

3.      Menurut Neil Smelser, ada enam kondisi yang menentukan tindakan kolektif: yakni: kelayakan structural, tekanan structural, keyakinan umum, faktor pendorong, mobilisasi, operasi control social.

4.      Perilaku kolektif adalah perilaku penyimpangan, tetapi berbeda dari perilaku penyimpangan dalam hal itu bukan hanya perilaku individu, tetapi perilaku bersama oleh sejumlah besar orang. Contoh-contoh aksi kolektif antara lain: kerumunan (crowd), rumor, MOB, panic, opini publik, dan propaganda.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Syarbaini, Syahrial dan Fatkhuri. 2016. Teori Sosiologi; Suatu Pengantar. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Komsiah, Siti S.IP, M.Si. 2010. Modul Pengantar Sosiologi, Pusat Pengembangan Bahan Ajar Jakarta: Universitas Mercu Buana.

Razak Yusron. 2007. Sosiologi Sebuah Pengantar. Bandung: Gamma Press.

Soekonto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers

 

PERILAKU-PERILAKU KOLEKTIF DENGAN PERSPEKTIF KOMUNIKASI

Perilaku Kolektif Mahasiswa Indonesia 1973-1974 Pada Peristiwa Malari ABSTRAK Artikel ini mengambil fenomena seputar gerakan mahasiswa, ya...