Perilaku Kolektif Mahasiswa Indonesia 1973-1974 Pada Peristiwa Malari
ABSTRAK
Artikel ini
mengambil fenomena seputar gerakan mahasiswa, yaitu Peristiwa Malari. Tujuan dari
artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses terbentuknya jaringan
mahasiswa 1973-1974 sebagai perilaku kolektif mahasiswa di Indonesia, bagaimana
jalannya aksi yang diinisiasi oleh gerakan mahasiswa 1973-1974. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa terbentuknya jaringan mahasiswa 1973-1974
dilatar belakangi oleh kondisi; (1) Merajalelanya investasi modal asing
mendorong para mahasiswa untuk berkonsolodasi, membentuk sebuah jaringan yang
bertujuan untuk membahas permasalahan tersebut secara serius; (2) Jaringan
mahasiswa 1973-1974 dibentuk melalui beragam aktifitas diskusi, aksi dan safari
ke berbagai kampus; (3) Dalam Peristiwa Malari dapat dilihat adanya perintisan
gerakan mahasiswa di awal era Orde Baru, independensi gerakan yang mereka
gagas, serta solidaritas mereka yang erat dalam menghadapi otoritas penguasa
pada periode tersebut.
Kata Kunci: Perilaku Kolektif, Mahasiswa,
Peristiwa Malari.
ABSTRACT
This article
takes the theme of the student movement, namely the Malari Incident. The purpose
of this article is to find out how the process of forming the student network
from 1973 to 1974 as a collective behavior of students in Indonesia, how the
actions initiated by the student movement 1973-1974. The results of this study
indicate that the formation of the student network from 1973 to 1974 was
motivated by conditions; (1) The rampant foreign capital investment encourages
students to consolidate, forming a network that aims to discuss these issues
seriously; (2) The 1973-1974 student network was formed through various
discussion activities, actions and safaris to various campuses; (3) In the
Malari incident, it can be seen that there was a pioneering student movement at
the beginning of the New Order era, the independence of the movement they initiated,
as well as their close solidarity in dealing with the authorities in that
period.
Keywords:
Collective Behavior, Students, Malari Events.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Adanya aksi
kolektif berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat, dan banyak
dari aksi tersebut tidak sesuai dengan pranata dan norma masyarakat yang
berlaku bagi masyarakat umum. Perilaku ini memberikan kontribusi paling besar
terhadap pilihan adanya perilaku menyimpang secara sosial.
Dalam sejarah
Indonesia, golongan mahasiswa memegang peranan penting dalam melakukan
perubahan dalam berbagai aspek kehidupan bangsa. Para intelektual muda ini
terlibat dalam berbagai peristiwa sejarah yang membentuk sejarah Indonesia, khususnya di bidang sosial
dan politik. Mahasiswa yang sering
disebut sebagai agen perubahan, umumnya bergerak dan bereaksi setelah melihat
kembali kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Segala macam kecurangan,
kekhawatiran, dan kekurangan yang ada di sekitar masyarakat sekitar menjadi isu
utama yang harus diperjuangkan mahasiswa.
Secara
kronologis, setelah kelas aktivis mahasiswa '66 muncul, muncul kelas aktivis
mahasiswa '74. Isu yang menjadi fokus aktivisme mahasiswa tahun 1974 adalah
anti modal asing dan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme di kalangan pejabat
dekat Presiden Suharto. Tokoh mahasiswa yang tampil antara lain Harriman
Sileger, Judir Helly Justam, Gumiral Cartasasmita, dan Theo L. Sambuaga.
Aktivisme mahasiswa angkatan '74 berakhir dengan kerusuhan di kawasan proyek Senen dan penangkapan
seorang pimpinan mahasiswa.
Pada peristiwa
Malari, jaringan mahasiswa dan organisasi antar kampus memprotes pemerintah
orde baru karena melihat kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada
kesejahteraan rakyat. Namun untuk kepentingan golongan tertentu, termasuk
investor asing. Klaim bahwa kebijakan pemerintah tidak berpihak pada
rakyat dibuktikan dengan maraknya
investasi asing di Indonesia pada awal
1970-an. Yang pertama adalah penyebaran produk merek Jepang di Indonesia. Tidak hanya di bidang
otomotif, restoran yang menyajikan makanan Jepang juga banyak dijumpai di pusat
perbelanjaan.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa sajakah faktor-faktor penentu dari perilaku kolektif?
2.
Bagaimana proses terbentuknya sebuah
jaringan mahasiswa pada Peristiwa Malari sebagai perilaku kolektif mahasiswa di
Indonesia?
3.
Bagaimana proses terjadinya
aksi-aksi yang diinisiasi oleh jaringan-jaringan mahasiswa pada Peristiwa
Malari?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui faktor-faktor penentu dari perilaku kolektif
2.
Untuk menjelaskan bagaimana proses
terbentuknya sebuah jaringan mahasiswa pada Peristiwa sebagai perilaku kolektif
mahasiswa di Indonesia.
3.
Untuk mengetahui proses terjadinya
aksi-aksi yang diinisiasi oleh jaringan-jaringan mahasiswa pada Peristiwa
Malari
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Faktor-Faktor
Penentu Perilaku-Perilaku Kolektif
Banyak faktor
yang menjadi penentu tindakan kolektif. Menurut Neil Smelser, ada enam
kondisi yang menentukan tindakan kolektif.
1.
Kelayakan struktural. Struktur
masyarakat harus sedemikian rupa sehingga bentuk-bentuk tindakan kolektif
dimungkinkan.
2.
Tekanan struktural. Ketika krisis
melanda masyarakat, orang sering berkumpul untuk mencari solusi atas masalah yang muncul.
3.
Keyakinan umum. Sebelum mencapai
solusi umum untuk suatu masalah, Anda perlu mencari konsensus tentang
keberadaan masalah itu sendiri, mengenali masalahnya, membentuk pendapat
tentangnya, dan kemudian menyajikan solusi.
4.
Faktor pendorong. Ada peristiwa
penting tertentu yang mendorong individu
untuk merespon secara kolektif. Mungkin ada tema yang didramatisasi
untuk memberikan momentum yang lebih besar lagi.
5.
Mobilisasi. Berdasarkan
faktor-faktor ini, kelompok dikelompokkan bersama dan aksi dimulai. Jaringan
yang tersusun cepat biasanya tidak berbentuk dan sedikit longgar.
6.
Operasi kontrol sosial. Berhasil
atau tidaknya dukungan kolektif bagi seorang individu sangat bergantung pada
berhasil tidaknya kontrol sosial di lapangan. Mekanisme kontrol sosial, antara lain,
polisi, pemerintah, dan media, yang bersama-sama mempengaruhi munculnya aksi
kolektif.
B.
Proses
Terbentuknya Sebuah Jaringan Mahasiswa Pada Peristiwa Malari Perilaku Kolektif
Mahasiswa Di Indonesia
Dalam teori collective
behaviour yang dikemukakan oleh Neil J. Smelser, tahapan pertama yang
menjadi syarat bagi kemunculan sebuah perilaku kolektif adalah adanya dukungan berupa
stuctural conducieveness. Pada Peristiwa Malari, adanya structural
conducieveness dibuktikan melalui munculnya keprihatinan atas merajalelanya
modal asing dan juga konflik internal di kalangan Militer.
Modal asing
yang mendominasi sektor ekonomi Indonesia pada tahun 1973 memberikan tekanan
pada industri lokal. Keterbatasan teknologi yang dimiliki industri lokal
membuat industri lokal kalah bersaing dengan produk luar negeri di pasar dalam
negeri. Kondisi seperti itu menyebabkan inersia industri lokal. Dari mobil
hingga bahan makanan, produk bermerek dari investor asing mendominasi pasar
komoditas domestik.
Di sisi lain, upaya pasukan yang saling
bersinggungan justru membawa angin segar bagi aktivisme mahasiswa. Fasilitas-fasilitas
pelatihan telah memperkuat pengaruhnya terhadap kepercayaan siswa dan
mengkritik dan mempengaruhi kebijakan pemerintah, serta janji-janji para
pemimpin militer. Contoh upaya pimpinan militer untuk mendukung aktivis
mahasiswa adalah berbagai program yang diselenggarakan oleh CSIS (Center for
Strategic and International Studies). Salah satu tokoh CSIS, Sofjan Wanandi, dikenal dekat dengan aktivis mahasiswa seperti
Hariman Siregar.
Desakan untuk
berbicara tentang ketidakadilan yang disebabkan oleh modal asing yang merajalela
dan kesenjangan sosial dalam standar hidup telah memberikan kepercayaan kepada
mahasiswa untuk merencanakan protes besar-besaran. Selain meningkatkan
kepercayaan mahasiswa dalam merencanakan protes besar-besaran, aktivisme
mahasiswa sampai tahun 1973 adalah pejabat publik dan terpilih, serta
perusahaan-perusahaan yang mati untuk kontrol asing dan banyak penduduk lokal. Diambil
kesenjangan sosial yang jelas antara industri. Realisasi tingkat lain dari
tindakan kolektif. Tahapan tersebut adalah tegangan struktural atau tegangan
struktural.
Selama periode tekanan struktural pada tahun
1973, situasi sosial di Indonesia menciptakan ketegangan. Merosotnya minat
sosial dan berakhirnya industri lokal akibat dominasi modal asing
perlahan-lahan menyulut semangat untuk melakukan aksi yang dapat menggiring aspirasi mahasiswa
Indonesia.
Keinginan besar untuk memprotes pemerintah
dalam menanggapi penipuan pada dasarnya tidak berasal dari meningkatnya
ketegangan sosial dan kepanikan, terutama di kalangan mahasiswa. Kekuatan
pendorong di balik protes besar-besaran datang dari saling mendukung antara masalah ekonomi
(hilangnya industri lokal, kesenjangan standar hidup masyarakat) dan promosi
struktural (proliferasi modal asing, konflik di pangkalan militer) dan panik.
Setelah
munculnya manfaat dan beban struktural dalam kerangka aksi kolektif, langkah
selanjutnya adalah mensosialisasikan kedua hal tersebut. Tahap ini digambarkan
oleh Smelser sebagai pertumbuhan dan penyebaran keyakinan umum. Pada tahap ini,
persoalannya adalah menyebarluaskan dan menyebarluaskan sebanyak mungkin faktor
pendukung perilaku kolektif yang dihasilkan dari peluang dukungan struktural
dan beban struktural dalam rangka membentuk
kesepakatan perundingan bersama. Saya sangat percaya pada pihak-pihak
yang terlibat dalam gerakan itu.
Penyebarluas kepanikan yang disebabkan oleh
kondisi sosial ekonomi saat itu dilakukan dengan berbagai cara sehubungan
dengan aktivisme mahasiswa Indonesia tahun 1974, khususnya peristiwa Malari.
Salah satunya adalah beberapa forum diskusi dan seminar yang dimulai oleh mahasiswa dari beberapa daerah.
Forum-forum diskusi dan seminar-seminar ini
membahas wacana-wacana yang berkaitan dengan modal asing, pertimbangan kondisi
pemerintahan, dan berbagai topik yang berkaitan dengan kondisi sosial dan
ekonomi masyarakat pada masa itu (1973-1974). Ini bertujuan untuk memfokuskan
wacana publik tentang keadaan negara dan meningkatkan kesadaran akan perlunya
mengambil langkah cepat untuk memastikan stabilitas administrasi nasional.
Menyusul pernyataan Smerser tentang tahapan pertumbuhan dan penyebaran
keyakinan umum terkait dengan kejadian Malari, wacana yang dikembangkan oleh
mahasiswa merespon kondisi negara untuk kehidupan bernegara yang lebih baik
dalam bentuk gerakan oposisi. siswa).
C.
Proses
Terjadinya Aksi-Aksi Yang Diinisiasi Oleh Jaringan-Jaringan Mahasiswa Pada Peristiwa
Malari
Setelah
mensosialisasikan wacana nasional dan arah respon terhadap protes selama ini,
langkah selanjutnya dalam mengidentifikasi aksi kolektif adalah dengan mempertimbangkan
faktor-faktor yang mendukung respon yang diharapkan. Berbagai aksi unjuk rasa
sosial ekonomi dan sosial saat itu yang mendukung para mahasiswa yang turun ke
jalan saat kejadian Malari. Mulai dari merajalelanya modal asing yang membunuh
pasar industri lokal, korupsi pejabat tinggi pemerintah yang merugikan keuangan
negara dan rakyat, perdebatan hukum perkawinan yang mengatur poligami, dan
pembangunan taman miniatur yang terkenal. Indahnya Indonesia di Indonesia yang
dianggap boros dalam kemiskinan yang merajalela.
Forum Diskusi juga
merupakan kontribusi terhadap perilaku mahasiswa pada tahun 1974. Berbagai
forum diskusi yang berlangsung selama periode ini antara lain Petisi pada 24 Oktober, Komitmen Bersama pada
10 November, dan Seminar Foreign Capital Gains and Loss. Semua forum diskusi
ini diadakan pada tahun 1973.
. Selain
keempat forum tersebut, sebenarnya masih ada kejadian lain sebelum kejadian
Malari 1974, namun dari semua kejadian sebelum kejadian Malari 1974, ketiga
forum diskusi yang dipilih sangat erat
kaitannya dengan konsep gerakan yang menjadi ruh gerakan. Peristiwa Malaria
1974.
Massa perlu
dimobilisasi untuk mengambil tindakan yang mengungkapkan ketakutan dan
keprihatinan tentang kondisi di mana kehidupan nasional dilakukan. Atau, konsep
aksi kolektif Smerser berarti memobilisasi peserta untuk aksi. Mobilisasi
kolektif sangat penting dalam mengorganisir perilaku. Ini membantu untuk
mencapai tekanan yang lebih besar atau
efek tekanan pada sasaran protes, rezim
kekuasaan (orde baru). Dalam peristiwa Malari
, kelompok
yang dimobilisasi untuk memprotes berasal dari kelompok mahasiswa. Posisi
kelompok mahasiswa saat itu masih sangat strategis dalam mempengaruhi kebijakan
pemerintah berdasarkan penelitian akademik yang mereka hasilkan. Keuntungan
dari posisi ini diharapkan akan sangat besar dan memberikan tekanan dan dampak
perubahan yang nyata bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pemanfaatan perilaku mahasiswa diawali dengan
kunjungan ke kampus. Kegiatan saling kunjung ini kemudian berujung pada
peristiwa Malari yang melibatkan perjalanan jauh dari kampus Universitas
Indonesia di Salemba menuju kampus Universitas Trisacti di Grogol, Jakarta.
Sebuah rute khusus sedang dipersiapkan untuk
Long March. Selama rombongan mahasiswa melewati jalur tersebut, mahasiswa terus
menerus meneriakkan aspirasi dan tuntutan yang berbeda melalui jargon dan
spanduk yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk memberikan dampak yang lebih
besar kepada pemerintah daripada mobilisasi mahasiswa secara besar-besaran.
Semoga misi yang mereka emban mewujudkan kesejahteraan rakyat mudah tercapai.
Singkatnya, long march akhirnya sampai di
kampus Trisakti Grogor sekitar pukul 10.30 WIB. Di pelataran kampus Trisakti
Grogol, kegiatan mulai dari apel hingga
pidato hingga teater. Seluruh rencana berjalan dengan sangat baik hingga Agenda
Perilaku Mahasiswa di kampus Universitas
Trisacti selesai. Namun, kejadian lain terjadi di tempat lain yang mempengaruhi
perilaku para siswa hari itu. Profesor Mahar Mardjono, Rektor Universitas
Indonesia saat itu, mengatakan dalam sebuah proyek pada hari Senin bahwa
kebakaran terjadi sekitar pukul 11:00
WIB, di mana mahasiswa masih mengadakan pertemuan di Trisakti. Berita huru-hara
dan pembakaran di kawasan Pasar Sunen mulai menyebar di kalangan peserta Apple
seiring dengan massa yang menyebar di kampus masing-masing.
Kerusuhan dan pembakaran di Pasar Senen
memperburuk situasi di ibu kota saat itu. Judilherry Justam, dikutip dari buku
tempo Massa Mysterius Malari, mengatakan melihat mobil terbakar di kawasan
Jalan Juanda Jakarta Pusat saat kembali dari kampus Trisakti di Grogol menuju
kampus UI di Salemba. Judir Helly juga melaporkan kepada Harriman bahwa suara
tembakan terdengar di mana-mana sesampainya di kampus UI.
Data serupa
dengan diperoleh dari sumber lain. Dalam buku Harriman & Malari yang diedit
oleh Amir Hussin Doley, Harriman Sileger juga menyebutkan bahwa sekelompok orang yang diyakininya didukung
oleh Opsus menyulut kawasan di sekitar proyek Senen, persawahan.
Apa yang dikatakan Judilherry
Justam dan Hariman Siregar memang benar. Beberapa titik di kawasan Pasar Senen
hangus terbakar. Kericuhan akibat kebakaran tersebut juga dipicu oleh aksi
penjarahan oleh massa. Kerusuhan kemudian menyebar ke wilayah Jakarta Juanda,
Jaran Hayam Wuruk, Jaran Gajah Mada, dan
Jakarta Kota. Sebelas orang tewas, 17 orang luka berat, dan 120 orang
luka ringan, serta korban lainnya berupa pembakaran 144 bangunan, 807 mobil,
dan 187 sepeda motor. Pecahnya kerusuhan di
dan beberapa wilayah di sekitar Pasar Senen jelas mempengaruhi perilaku
mahasiswa yang menyampaikan aspirasi
pada 15 Januari 1974. Bersamaan
dengan adanya pembakaran dan penjarahan di kawasan Pasar Senen, aksi mahasiswa
yang mengkritisi kebijakan pemerintah seolah menekankan peran kelompok
mahasiswa sebagai subjek perubahan. Bagi orang miskin untuk meniadakan keadaan
kesejahteraan anak-anak kecil.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan Pemaparan materi
tentang perilaku-perilaku kolektif di atas, maka dapat disimpulkan:
1.
Menurut Neil Smelser, ada enam
kondisi yang menentukan tindakan kolektif: yakni: kelayakan structural, tekanan
structural, keyakinan umum, faktor pendorong, mobilisasi, operasi control
soial.
2.
Mengamati sejarah gerakan mahasiswa
di Indonesia memberikan menunjukkan bahwa Republik Indonesia tidak hanya
dibangun oleh tokoh-tokoh Negarawan, Teknokrat, Militer, kaum Ulama, namun juga
melibatkan golongan Mahasiswa, yang relatif lebih muda baik secara umur ataupun
pemikiran. Terjadinya Peristiwa Malari menunjukkan bahwa kesatuan aksi
mahasiswa di Indonesia pernah memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap jalannya
pemerintahan di dalam negeri.
3.
Pada kenyataannya, gerakan
mahasiswa dalam Peristiwa Malari hampir tanpa hasil positif. Kerugian, baik
berupa kerugian material atau korban jiwa jumlahnya cukup besar. Pengaruh
politis mahasiswa juga praktis digembosi oleh pemerintah yang berkuasapada
periode tersebut. Kondisi ini diperparah dengan sikap pemerintah yang juga
tidak bergeming dalam membatasi aktivitas investasi modal asing di dalam
negeri. Singkat kata, setelah seluruh perjuangan yang dilakukan mahasiswa
dengan berkorban moral maupun material, sedikitpun tuntutuan mereka tidak
terealisasikan.
4.
Walaupun kondisinya cukup ironis
namun beberapa poin kesimpulan tetap bisa ditarik. Poin-poin tersebut antara
lain;
·
Merajalelanya investasi modal asing
mendorong para mahasiswa untuk berkonsolodasi, membentuk sebuah jaringan yang
bertujuan untuk membahas permasalahan tersebut secara serius.
·
Jaringan mahasiswa 1973-1974
dibentuk melalui beragam aktifitas diskusi, aksi dan safari ke berbagai kampus.
·
Dalam Peristiwa Malari dapat dilihat
adanya perintisan gerakan mahasiswa, independensi gerakan yang mereka gagas,
serta solidaritas mereka yang erat dalam menghadapi otoritas penguasa.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Widiarsi et
al.( 2014) Massa Misterius Malari Rusuh Politik Pertama dalam Sejarah Orde
Baru. Jakarta : Tempo.
Altbach, Philip G.
(Ed.) (1988). POLITIK DAN MAHASISWA Perspektif dan Kecenderungan Masa Kini. Jakarta
: PT. Gramedia.
J.A., Denny (2006). Gerakan
Mahasiswa dan Politik Kaum Muda Era 80-an. Yogyakarta : LKiS.
Kartodirdjo, Sartono
(1992). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Gramedia.
Ricklefs, M.C. (2011). Sejarah
Indonesia Modern cetakan ke-10. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar